Kamis, 13 Juni 2013

Larangan Berdebat dalam Agama

Larangan Berdebat dalam Agama

Ahlus Sunnah wal Jama’ah Melarang Perdebatan dan Permusuhan Dalam Agama.

Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari hal tersebut. Dalam Ash-Shohihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ

“Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian sudah berselisih maka berdirilah darinya”.

Dan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَهُمْ يَخْتَصِمُوْنَ فِي الْقَدْرِ فَكَأَنَّمَا يَفْقَأُ فِي وَجْهِهِ حُبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ : بِهَذَا أُمِرْتُمْ ؟! أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ ؟ تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ!! بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat-pent.) sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda :

“Apakah dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa”.

Bahkan telah datang hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan adalah termasuk dari siksaan Allah kepada sebuah ummat. Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً

“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja””.

Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Pokok-pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa yang para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berada di atasnya dan mencontoh mereka. Meninggalkan semua bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat. Meninggalkan permusuhan dan (meninggalkan) duduk bersama orang-orang yang memiliki hawa nafsu. Dan meninggalkan perselisihan, perdebatan dan permusuhan dalam agama”.

Perdebatan Yang Tercela:

Yaitu semua perdebatan dengan kebatilan, atau berdebat tentang kebenaran setelah jelasnya, atau perdebatan dalam perkara yang tidak diketahui oleh orang-orang yang berdebat, atau perdebatan dalam mutasyabih (1) dari Al-Qur’an atau perdebatan tanpa niat yang baik dan yang semisalnya.

Perdebatan Yang Terpuji:

Adapun jika perdebatan itu untuk menampakkan kebenaran dan menjelaskannya, yang dilakukan oleh seorang ‘alim dengan niat yang baik dan konsisten dengan adab-adab (syar’iy) maka perdebatan seperti inilah yang dipuji. Allah Ta’ala berfirman :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)
Dan Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS. Al-‘Ankabut : 46)
Dan Allah Ta’ala berfirman :

قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

“Mereka berkata: “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Hud : 32)

Contoh-Contoh Perdebatan Syar’i:

Allah Ta’ala mengkhabarkan tentang perdebatan Ibrahim ‘alaihis shalatu wassalam melawan kaumnya dan (juga) Musa ‘alaihis shalatu wassalam melawan Fir’aun.
Dan dalam As-Sunnah disebutkan tentang perdebatan antara Adam dan Musa ‘alaihimas shalatu wassalam. Dan telah dinukil dari salafus shaleh banyak perdebatan yang semuanya termasuk perdebatan yang terpuji yang terpenuhi di dalamnya (syarat-syarat berikut) :

1. Ilmu (tentang masalah yang diperdebatkan-pent.).
2. Niat (yang baik-pent.).
3. Mutaba’ah.
4. Adab dalam perdebatan.
___________

(1) Yaitu ayat-ayat yang kurang jelas maknanya pada sebagian orang karena adanya beberapa kemungkinan makna.

Ustadz Abu Muawiah ( Pengasuh situs al-atsariyyah.com )

:: Orang Tua lebih Berharga daripada Dunia ::


:: Orang Tua lebih Berharga daripada Dunia ::

Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Tinggal ibuku yang selalu merawatku… Beliau bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sehingga mampu membiayai hidupku. Aku anak satu-satunya. Beliau memasukkanku ke lembaga pendidikan, sampai aku menyelesaikan perguruan tinggi. Sampai titik ini, aku masih menjadi anak yang berbakti kepadanya.

Tiba waktunya aku harus melanjutkan kuliah di luar negeri. Keberangkatanku diiringi dengan pesan ibuku sambil menetaskan air matanya, “Catat baik-baik di lubuk hatimu wahai anakkku, jangan sampai kamu tidak memberi kabar.. sering kirim surat, sehingga saya bisa merasa tenang dengan keadaan baikmu.”

Usai sudah masa studiku setelah menempuh waktu yang sangat lama. Namun aku kembali pulang dengan sosok yang berbeda. Aku banyak terpengaruh dengan budaya barat. Saya mulai memandang miring aturan agama…diliputi dengan semangat materialisme, yang hanya mendambakan harta dan harta. Saya mendapat pekerjaan dengan salary tinggi. Mulailah saya terarik untuk menikah.

Sebenarnya ibuku telah menawari aku untuk menikah dengan wanita yang baik agamanya, sopan, dan menjaga kehormatan. Namun aku tolak, dan aku hanya mau dengan wanita kenalanku, wanita kaya nan cantik jelita. Saya punya mimpi untuk memiliki kehidupan model ‘Aristikrasi’ (menurut istilah mereka).

Setelah menjalani hidup berkeluarga selama 6 bulan, mulailah istriku membuat ulah, sampai membuat ibuku marah. Sampai suatu saat, ketika saya masuk rumah, tiba-tiba saya mendengar tangisan istriku. Spontan aku tanyakan tentang sebabnya, istriku malah mengancam, “Pilih saya atau ibumu yang tinggal di rumah ini… saya sudah gak sanggup tinggal bersamanya..”

Spontan aku jadi seperti orang gila. Aku usir ibuku dari rumah, di saat puncak kemarahanku. keluarlah beliau sambil menitikkan air mata. Ucapan indah yang aku dengar, “Semoga Allah membahagiakanmu wahai anakku…”

Setelah agak mereda, akupun mengejar beliau. Aku mencarinya, tapi terlambat sudah. Ibuku telah menghilang. Aku kembali pulang. Istriku berusaha untuk menenangkan aku. Dia bujuk rayu aku agar mulai lupa dengan ibuku, emas yang paling berharga bagiku..

Aku kehilangan berita tentang ibuku sampai kurun waktu yang lama. Pada kesempatan yang sama, aku menderita sakit parah yang menyeretku ke rumah sakit. Ternyata ibuku mendengar berita tentangku. Beliau datang ke rumah sakit untuk menjengukku. Ketika itu, istriku yang menemaniku. Melihat kehadiran ibuku, dia mengusirnya sebelum sempat menemui anaknya. “Anakmu tidak ada di sini… Apa yang kamu inginkan dari kami… menjauhlah dari kami!!” Ibuku tertatih kembali tanpa sempat menemuiku.

Keluarlah aku dari rumah sakit, setelah opname dalam waktu yang lama. hanya saja, sekarang kondisiku berbalik. Aku kehilangan pekerjaan dan rumah. utangpun mulai bertumpuk. Semua itu disebabkan istriku yang selalu menuntut materi dan materi. Sampai di puncak kesusahan, si cantik istriku mulai tidak betah. “Karena kamu sudah kehilangan pekerjaan, harta, dan posisimu di masyarakat, mulai saat ini aku tegaskan di hadapanmu: ‘Ceraikan aku!”

Ibarat petir yang menyambar kepalaku… akupun mentalaknya. Namun, di balik ini muncul hikmah yang besar. Aku mulai terbangun dari keterlenaan.

Akupun pergi tak tentu arah. Tekadku hanya satu, bisa kembali ke ibuku. Aku harus cari ibuku… sampai akhirnya, aku berhasil menemukan beliau. Tahukah anda, di mana beliau? Di yayasan penampungan orang tidak mampu. Beliau hidup dengan sedekah dari para aghniya (orang mampu).

Aku menemui beliau… ternyata beliau tak kuasa menahan tangisnya, wajahnya mulai pucat. Tak kuasa ku menatap beliau, selain langsung aku rebahkan diriku di pangkuan beliau. Sambil menangis terisak-isak… Kami menangis hampir satu jam.

Aku menuntun beliau untuk pulang ke rumah ibuku. Aku bertekad untuk selalu taat kepada beliau. Aku merasakan kehidupan yang sangat indah. Bersama kekasih seumur hidupku: Ibuku (semoga Allah menjaganya).

Aku memohon kepada Allah agar selalu menutupi kesalahanku dan menjadikan aku bebas dari masalah.

Diterjemahkan secara bebas oleh Ustadz Ammi Nur Baits dari buku: Abnaaun yu’adzibuuna abaa-ahum, hlm. 26 – 28, karya syaikh Khalid Abu Shaleh. Terbitan Darul Wathan.

Artikel www.KisahMuslim.com

Sumber: http://kisahmuslim.com/durhaka-kepada-orang-tua-karena-istri/

Artikel diambil dari Kisah Muslim

Rabu, 12 Juni 2013

[KEANEHAN-KEANEHAN PELAKU BID'AH]


[KEANEHAN-KEANEHAN PELAKU BID'AH]
Top of Form

Islam agama yang sempurna, tidak membutuhkan penambahan maupun pengurangan. Orang yang menambah ajaran baru, ritual baru, keyakinan baru dalam Islam, ia terjerumus ke dalam hal yang dinamakan bid’ah. Dan bid’ah ini tercela dan dilarang dalam Islam.Sampai-sampai pelaku bid’ah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam di akhirat kelak. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ “ (HR. Bukhari no. 7049)

Sayangnya kebanyakan orang seringkali enggan atau benci membahas bid’ah, tidak jarang pula yang marah. Ini seringkali dikarenakan oleh beberapa penyebab berikut:

■Tidak paham dengan benar tentang pengertian bid’ah. Silakan baca di sini.

■Sudah terbiasa melakukan kebid’ahan sehingga tidak terima dikatakan yang dilakukan selama ini adalah salah

■Tidak dapat membedakan mana yang bid’ah dan tidak bid’ah.
■Menyangka bahwa ada bid’ah yang dibolehkan yaitu bid’ah hasanah.

■Menyangka bahwa jika dikatakan amalannya bid’ah berarti divonis sesat dan masuk neraka, padahal tidak demikian

■Menyangka bahwa jika dikatakan amalannya bid’ah berarti divonis ahlul bid’ah, padahal tidak mutlak demikian

■Menyangka bahwa jika dikatakan amalannya bid’ah berarti divonis kafir, sangkaan ini sangat mengada-ada

■Menyangka bahwa jika ada orang yang menasehatinya dari amalan bid’ah, berarti orang itu sedang memusuhinya, padahal tidak demikian

■Menyangka bahwa jika ada orang yang menasehatinya dari amalan bid’ah, berarti orang itu sedang mencoba merusak ajaran mahdzab

■Dan sebab yang lain

Ketika memikirkan sebab-sebab ini saya menemukan beberapa keanehan para pelaku bid’ah. Dari beberapa keanehan ini dapat disimpulkan bahwa secara nalar pun, bid’ah itu tidak dibenarkan dalam Islam, dan tidak ada alasan yang dapat membenarkannya. Diantaranya keanehan itu adalah:

1.Sebagian orang mengadakan ritual Maulid Nabi, ritual Isra Mi’raj, ritual Nisfu Sya’ban, atau semacamnya, mereka mengatakan: “Ini bukan bid’ah karena bukan ibadah, melainkan hanya sarana dakwah”. Alasan ini aneh. Alasan ‘sarana dakwah’ mungkin masih masuk akal bagi orang yang menjadi pembicara atau panitia acara dari ritual-ritual tersebut, namun bagaimana dengan peserta dari ritual-ritual tersebut? Apakah niatan bapak-bapak, ibu-ibu, mbah-mbah yang datang ke acara Muludan (Maulid Nabi) itu untuk berdakwah? Atau untuk beribadah? Padahal peserta tentu lebih banyak jumlahnya dari pantia.

2.Sebagian pelaku bid’ah mengatakan bahwa bid’ah itu hanya dalam kegiatan ibadah mahdhah (murni ibadah) seperti shalat, puasa, haji, dll. Sedangkan dalam ibadah ghayru mahdhoh (tidak murni ibadah) maka tidak ada bid’ah. Demikian alasan mereka. Namun anehnya, orang-orang yang beralasan demikian ternyata mereka juga berbuat bid’ah dalam ibadah mahdhah juga. Mereka melakukan shalat Raghaib, puasa Rajab, puasa mutih, dzikir berjama’ah, melafalkan niat, dll yang merupakan ibadah mahdhah.

3.Sebagian pelaku bid’ah mengatakan bahwa bid’ah itu ada bid’ah dhalalah (sesat) dan ada yang hasanah (baik). Dan menurut mereka bid’ah hasanah itu boleh. Namun anehnya, dengan pembagian tersebut, mereka tidak bisa menyebutkan contoh bid’ah dhalalah, karena ternyata semua bid’ah mereka golongkan ke dalam bid’ah hasanah. Maulid Nabi itu hasanah, Isra Mi’raj itu hasanah, Yasinan itu hasanah, Tahlilan itu hasanah, Shalawatan itu hasanah, dzikir berjamaah itu hasanah, dan seterusnya. Lalu bid’ah dhalalah yang dilarang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menurut mereka seperti apa?

4.Para pelaku bid’ah di tanah air kita banyak yang mengaku bermahzab Syafi’i. Namun anehnya, ternyata Imam Asy Syafi’i tidak pernah mengajarkan amalan-amalan bid’ah yang mereka lakukan.

5.Di masjid dekat saya tinggal, cukup ramai yang datang shalat berjama’ah maghrib dan Isya. Namun anehnya, ketika ada acara Tahlilan masjid mendadak sepi. Ternyata mereka tidak datang ke masjid karena sedang bersiap diri untuk acara Tahlilan nanti.Pesertanya pun lebih mem-bludak daripada peserta shalat berjamaah di masjid.

6.Sebagian pelaku bid’ah mengaku bahwa mereka mengadakan ritual Maulid Nabi dan Isra Mi’raj karena kecintaan mereka yang besar kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Namun anehnya, ketika disebut nama beliau mereka pelit sekali dalam bershalawat dan hanya menuliskan “SAW”. Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اَلْبَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

“Orang pelit itu adalah orang yang ketika mendengar namaku ia enggan bershalawat” (HR. At Tirmidzi no.3546, ia berkata: “Hasan Shahih Gharib”)

Dan singkatan shalawat, bukanlah shalawat.

7.Sebagian pelaku bid’ah mengaku sangat mencintai Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sampai membuat-buat banyak pujian yang berlebihan kepada beliau. Namun anehnya, tatkala ia dinasehati dengan perkataan : “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengajarkan hal ini” atau “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang hal ini”, ia malah berdalih “Tapi ustadz saya melakukannya”. Lha, ternyata ia lebih cinta ustadz-nya.

8.Sebagian orang yang membela bolehnya merayakan Maulid Nabi sangat keterlaluan dalam pembelaannya hingga mereka berkata: “

Tak mengapa saya menjadi ahli neraka asal bisa membasahi mulut saya dengan shalawat dan mengagungkan Maulid Nabi”. Aneh sekali. Padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam saja tidak ingin masuk neraka, dan senantiasa berharap ummatnya terhindar dari neraka. Dalam setiap shalatnya, di akhir tasyahud beliau Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa:

اللهم ! إني أعوذ بك من عذاب جهنم . ومن عذاب القبر . ومن فتنة المحيا والممات . ومن شر فتنة المسيح الدجال

“Ya Allah, aku berlindung darimu dari azab neraka Jahannam, serta dari azab kubur, serta dari bencana yang disebabkan makhlukmu yang masih hidup dan yang sudah mati”, serta dari bencana yang disebabkan oleh Dajjal” (HR. Muslim, no.588)

9.Tahukah anda, bahwa buku tahlilan atau yasinan yang banyak tersebar di masyarakat itu, biasanya dicetak dengan cover berwarna hijau, yang berisi surat yasin, kumpulan shalawat, dan dzikir-dzikir yang tersusun sedemikian rupa berserta aturan jumlah bacaan dzikirnya, ternyata para Kyai, ustadz, dan orang-orang yang mengamalkan isi buku tersebut tidak ada yang tahu siapa yang menyusunnya. Aneh sekali bukan?

Oleh karena itu marilah kita cukupkan diri dengan apa yang sudah diajarkan oleh Nabi kita tercinta Shallallahu’alaihi Wasallam, karena apa yang beliau ajarkan saja sudah sangat banyak dan menyibukkan jika kita amalkan semua. Jadi, untuk apa membuat yang baru lagi?.

Bid’ah-Bid’ah Di Bulan Ramadhan (Menjelang atau Sesudah)


Bid’ah-Bid’ah Di Bulan Ramadhan (Menjelang atau Sesudah)


1. Bid’ah Punggahan. Yakni makan-makan atau kenduri di masjid atau surau satu hari menjelang Ramadhan. Di beberapa tempat masyarakat berbondong-bondong membawa makanan beraneka ragam untuk kenduri di masjid menyambut datangnya bulan Ramadhan. Kenduri seperti ini disebut punggahan. Hal ini tidak ada contohnya dari Rasulullah, para Sahabat maupun Salafus Shalih.

2. Bid’ah pesta ru’yah. Yaitu berkeliling kota atau desa menyambut malam pertama bulan Ramadhan sebagaimana biasa dilakukan oleh pengikut-pengikut tarikat dan orang awam. Silakan lihat kitab Al-Ibdaa’ fi Madhaar Al-Ibtidaa’ karangan Syeikh Ali Mahfuzh.

3. Bid’ah hisab. Yakni menentukan awal Ramadhan dengan perhitungan hisab. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa telah menegaskan bahwa cara seperti itu adalah bid’ah dalam agama. Silakan lihat Majmu’ Fatawa (XXV/179-183).

4. Mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya. Perbuatan seperti itu merupakan kedurhakaan terhadap Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam. Rasulullah melarang mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi yang bertepatan dengan hari puasanya. Silakan lihat kitab Al-Ibdaa’ fi Madhaar Al-Ibtidaa’ karangan Syeikh Ali Mahfuzh.

5. Menyewa Qori untuk menjadi imam shalat tarawih di bulan Ramadhan. Perbuatan ini termasuk bid’ah makruh, silakan lihat kitab As-Sunan wal Mubtada’aat (161) dan kitab Bida’ Al-Qurra’ karangan Muhammad Musa (42).

6. Bid’ah adanya waktu Imsak sebelum Azan Shubuh di bulan Ramadhan. Bagaimana mungkin manusia mengharamkan apa2 yang dihalalkan Allh SWT, dimana Allah SWT melalui Rasulnya menghalalkan manusia untuk makan dan minum sampai terdengar azan shubuh, namun ada sebagian orang yang mengharamkannya 10-15 menit sebelum azan shubuh. Silakan lihat kitab Tamaamul Minnah karangan Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (415).

7. Bid’ah Tashir. Yakni membangunkan orang untuk sahur dengan berteriak: Sahur….sahur. Perbuatan seperti ini tidak ada contohnya di zaman Rasulullah dan tidak pula diperintahkan oleh beliau. Dan tidak pula dilakukan oleh para sahabat dan tabi’in. Di negeri Mesir, para muadzdzin menyerukan lewat menara masjid: Sahur… sahur… makan…. minum…., kemudian membaca firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu bershiyam sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. 2:183)

Di negeri Syam lebih parah lagi, mereka membangunkan sahur dengan membunyikan alat musik, bernyanyi, menari dan bermain. Tidak ketinggalan di Indonesia, berbagai macam cara dilakukan oleh orang-orang awam. Ada yang keliling kampung sambil teriak-teriak: Sahur….sahur. Di sebagian daerah dengan membunyikan musik lewat mikrofon masjid atau dengan membunyikan tape dan membawanya keliling kampung, ada yang membunyikan mercon atau meriam bambu, dan lain sebagainya. Semua itu adalah perbuatan bid’ah.

8. Bid’ah shalat Tarawih setelah shalat Maghrib. Bid’ah ini umumnya dilakukan oleh kaum Rafidhah (Syi’ah). Sebab mereka mengingkari shalat tarawih bahkan membencinya. Menurut mereka shalat tarawih itu bid’ah yang diada-adakan oleh Umar Radhiyallahu ánhu.

9. Bid’ah shalat Al-Qadar. Yakni mengerjakan shalat dua rakaat berjama’ah setelah shalat tarawih, kemudian di penghujung malam mereka mengerjakan shalat seratus rakaat di malam yang mereka yakini sebagai malam Lailatul Qadar, karena itulah mereka menamakannya shalat Al-Qadar. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakannya sebagai amalan bid’ah berdasarkan kesepatakan para ulama. Silakan lihat dalam kitab Majmu’ Fatawa (XXIII/122).

10. Bid’ah mengumpulkan ayat-ayat berisi doa dan membacanya di rakaat terakhir shalat tarawih setelah membaca surat An-Naas. Silakan lihat kitab Al-Baa’its karangan Abu Syaamah (halaman 84).

11. Bid’ah perayaan malam khatam Al-Qurán. Yakni berdoa dengan suara keras secara berjama’ah atau sendiri-sendiri setelah mengkhatamkan Al-Qurán.

12. Bid’ah perayaan Nuzul Al-Qurán. Perayaan ini dilakukan setiap tanggal tujuh belas Ramadhan. Perayaan ini dan perayaan-perayaan lain sejenisnya seperti maulid nabi, isra’ mi’raj dan tahun baru Islam merupakan perbuatan bid’ah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam dan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat sepeninggal beliau.

13. Bid’ah perayaan mengenang perang Badar. Salah satu perayaan bid’ah yang diada-adakan oleh manusia adalah peringatan perang Badar pada malam ke tujuh belas Ramadhan. Orang-orang awam dan yang mengaku pintar berkumpul di masjid pada malam itu. Perayaan dibuka dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qurán kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kisah perang Badar.

14. Menunda azan Maghrib di bulan Ramadhan dengan alasan untuk kehati-hatian. Hal ini bertentangan dengan petunjuk nabi yang memerintahkan umatnya agar segera berbuka begitu bulatan matahari telah tenggelam di ufuk barat.

15. Berziarah kubur menjelang Ramadhan dan sesudahnya. Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang membumbuinya dengan perbuatan-perbuatan bid’ah atau bahkan syirik. Berziarah kubur memang dianjurkan untuk mengingat Akhirat, namun mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu merupakan bid’ah dalam agama. Rasulullah tidak menganjurkan waktu-waktu tertentu untuk berziarah kubur.

16. Menyalakan lilin di depan rumah dan kembang api pada malam dua puluh tujuh Ramadhan. Sebagian orang melakukannya dengan keyakinan bahwa para malaikat akan menyinggahi rumah yang dipasangi lilin. Perbuatan seperti itu jelas bid’ah dan mirip seperti perbuatan orang-orang Nasrani merayakan natal atau tahun baru, wal iyadzu billah minad dhalal.

17. Bid’ah Megengan. Yakni kenduri di rumah-rumah yang dilakukan pada malam-malam ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Bid’ah ini banyak dilakukan di kampung-kampung di pulau Jawa.

18. Bid’ah Wadaa’ Ramadhan. Salah satu bid’ah yang diada-adakan di bulan Ramadhan adalah bid’ah wadaa’ (perpisahan) Ramadhan. Yakni lima malam atau tiga malam terakhir di bulan Ramadhan para muadzdzin dan wakil-wakilnya berkumpul, setelah imam mengucapkan salam pada shalat witir, mereka melantunkan syair-syair berisi kesedihan mereka dengan kepergian bulan Ramadhan. Syair ini dilantunkan secara bergantian tanpa putus dengan suara keras. Tujuannya untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa malam ini adalah malam perpisahan bulan Ramadhan.

19. Bid’ah takbiran bersama2 dengan lafazh2 bid’ah dan memukul Beduq di malam ‘Iedul Fithri. Menurut sunnah nabi, takbiran dilakukan sendiri2 dengan boleh mengeraskan suara.

20. Bid’ah dzikir berjama’ah dengan suara keras disela-sela shalat tarawih. Silakan lihat kitab Al-Madkhal karangan Ibnul Haaj (II/293-294).

21. Ucapan muadzdzin sebelum memulai shalat tarawih atau disela-sela shalat tarawih: “Shalaatut taraawih rahimakumullah”. Lalu para berjamaah menyahut dengan teriakan2 nggak jelas.

22. Melafalkan niat: “Nawaitu shauma ghadin….” untuk berpuasa yang biasa dibaca setelah sahur. Tidak ada satupun riwayat dari sahabat maupun tabi’in yang menyebutkan bahwa mereka melafalkan niat puasa seperti ini.

23. Bid’ah Tahwiithah. Yaitu doa di akhir jum’at di bulan Ramadhan yang diucapkan oleh khatib di atas mimbar.

24. Bid’ah memilih-milih masjid untuk shalat tarawih di bulan Ramadhan, hingga terkadang harus bersafar karenanya. Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk shalat di masjid yang terdekat dengan kita dan melarang memilih-milih masjid.

25. Bid’ah Hafizhah. Yakni surat sakti yang ditulis oleh khatib di akhir jum’at pada bulan Ramadhan, sebagian orang jahil meyakini surat sakti ini dapat menjaga mereka dari bahaya kebakaran, banjir, pencurian dan musibah lainnya.

26. Membaca surat Al-An’am (pada rakaat terakhir shalat tarawih di malam kedua puluh tujuh Ramadhan).

27. Bid’ah shalat khatam Al-Qurán pada bulan Ramadhan dengan melakukan seluruh sujud tilawah dalam satu rakaat.

28. Mengada-adakan gerakan ataupun ucapan dalam shalat tarawih yang tidak ada tuntunannya dalam sunnah. Sebagai contoh ucapan sebagian orang di beberapa negeri Islam: “Shallu yaa Hadhdhaar ‘Alan Nabi” atau ucapan: “Ash-Shalaatul Qiyam Atsabakumullah”. Demikian pula takbir dan tahlil setiap selesai dua rakaat, membaca shalawat nabi, menyuarakan tabligh (penyampaian suara) diantara mereka dengan suara keras. Dan perbuatan-perbuatan bid’ah, sesat dan mungkar lainnya yang mesti ditinggalkan karena sangat mengganggu orang yang sedang beribadah di rumah Allah.

29. Meniru-niru bacaan para qari’. Hampir mirip dengan kesalahan di atas adalah meniru-niru bacaan sejumlah qari’ sebagaimana banyak dilakukan oleh orang-orang sekarang. Kadang memaksakan diri meniru bacaannya. Sehingga yang menjadi tujuannya hanyalah mengelokkan suara, menarik perhatian orang kepadanya, mengatur alat pengeras suara dan sound system untuk menarik jama’ah shalat.

30. Membaca doa khatam al-qurán dalam shalat tarawih. Sebagian imam ada yang berlebihan dalam masalah ini. Mereka sengaja menyusun doa-doa dengan irama tertentu, mengikuti sajak, berusaha menangis atau memaksakan diri menangis dan khusyuk serta merubah-rubah suara dengan cara yang tidak pantas menjadi contoh dalam membaca Al-Qurán.

Demikianlah beberapa bid’ah yang dapat kami rangkum dalam kesempatan kali ini. Sebenarnya masih banyak lagi bentuk-bentuk bid’ah lainnya yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu di sini. Hendaknya kaum muslimin dapat menghindari amalan-amalan bid’ah tersebut agar bulan Ramadhan yang suci ini tidak ternodai dengannya.

Selasa, 11 Juni 2013

Nasehat berharga janganlah tergesa-gesa



Nasehat berharga janganlah tergesa-gesa
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

BismiLLahirrohmanirrohiim..
Suatu kisah yang sangat bagus dikisahkan oleh Al Hasan Al Bashri. Sungguh sangat menyentuh. Banyak pelajaran berharga dapat kita gali dari kisah berikut ini. Semoga bermanfaat.

Al Hasan Al Bashri berkata, "Ada seorang pria meninggal dunia lalu meninggalkan seorang anak dan seorang budak. Dia pun berwasiat menyerahkan budak tersebut pada anaknya. Bekas budak tadi memang sangat giat merawat anak dari tuannya. Akhirnya anak tersebut menyukai budak tadi dan dia pun menikahinya.
(Suatu saat), anaknya berkata pada budaknya, "Siapkan aku untuk mencari ilmu". Budaknya lalu menyiapkannya. Dia lalu mendatangi seorang yang alim dan bertanya padanya.

Orang alim itu lalu berkata padanya, "Jika engkau akan berangkat maka beritahulah aku, engkau akan kuajari.” Anak itu berkata, "Saya akan berangkat, ajarilah aku".
Alim itu menasehatkan padanya,
اتق الله، واصبر ولا تستعجل

"Bertakwalah kepada Allah, sabarlah dan jangan engkau terburu - buru".


Al Hasan Al Bashri berkata,
في هذا الخير كله

"Dalam nasehat alim di atas ada seluruh kebaikan".


Anak itu hampir tidak pernah melupakan tiga nasehat dari alim tersebut.

Ketika dia pulang menemui keluarganya lalu memasuki rumah, ternyata ada seorang pria yang tidur bersitirahat di samping seorang wanita. Wanita itu pun ikut tidur! Anak itu berkata, "Saya tidak sabar menunggu untuk membunuhnya". Dia lalu kembali ke kendaraannya mengambil pedang. Ketika akan mengambil pedang, dia teringat nasehat alim tadi, "Bertakwalah kepada Allah , sabarlah, dan jangan engkau terburu - buru". Dia lalu kembali ke rumah itu. Ketika dia berada di dekat kepala orang itu, dia tidak sabar, lalu dia kembali lagi ke kendaraannya. Ketika akan mengambil pedangnya, dia pun mengingat nasehat alim tadi. Dia lalu kembali pada orang itu. Ketika dia berada di kepalanya, orang itu lantas bangun. Ketika orang itu melihatnya dia langsung dirangkulnya dan diciumnya. Lelaki itu lalu bertanya padanya, "Apa yang kau lakukan ketika meninggalkanku?” Anak itu menjawab, “Kudapatkan kebaikan yang sangat banyak setelah meninggalkanmu. Setelah meninggalkanmu, aku berjalan di antara pedang dan kepalamu sebanyak tiga kali, namun ilmu telah menghalangiku dari membunuhmu". (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod Bab 266. Hasan secara sanad)


Catatan: Dijelaskan dalam Syarh Shohih Adabil Mufrod (Husein Al ‘Uwaisyah, 2/230) bahwa bekas budak tadi dengan pria di sampingnya adalah masih mahrom.

Pelajaran Berharga

Pertama:
Dalam hadits ini terdapat ajakan kepada kita semua untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersikap sabar dan tidak tergesa-gesa.

Kedua:
Dengan bekal ilmu, seseorang bisa menahan dirinya dari tindakan maksiat dan kecerobohan karena tidak mau sabar.

Ketiga:
Sangat penting jika kita selalu berdiskusi dengan ulama atau orang berilmu dalam menghadapi suatu masalah dan kita selalu memegang teguh nasehat mereka dalam menghadapi setiap persoalan.

Keempat:
Seharusnya ilmu yang diperoleh bukan hanya sekedar wacana dan kebanggaan, namun hendaklah ilmu dicari untuk diamalkan.

Marilah kita selalu membekali diri dengan tiga sifat ini yaitu takwa kepada Allah Ta’ala, sabar dan tidak tegesa-gesa. Apalagi sifat yang terakhir, mungkin kita –juga termasuk penulis- sering lalai dari memperhatikan sifat yang satu ini. Padahal sifat tidak tergesa-gesa inilah yang dicintai oleh Allah.
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Asyaj ‘Abdul Qois,
إن فيك لخصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة

"Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa."(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Waspadalah pula dari sifat yang jelek ini yaitu tergesa-gesa karena sifat ini sebenarnya berasal dari was-was setan. Dari Anas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Ya Allah tambahkanlah kami ilmu yang bermanfaat dan bekalilah kami dengan akhlak yang mulia.
Walhamdulillahi robbil ‘alamin wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

# Keutamaan Membaca Alquran #


 


Berikut ini akan kami sebutkan keutamaan membaca Alquran:

1. Sebaik-baik manusia adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.

2. Alquran adalah sebaik-baik ucapan

3. Orang yang mahir membaca Alquran akan bersama para malaikat

4. Orang yang membaca Alquran diibaratkan seperti buah utrujjah yang luarnya wangi dan dalamnya manis.

5. Alquran akan memberi syafaat kepada pembacanya

6. Membaca satu atau dua ayat Alquran lebih baik daripada memperoleh satu atau dua ekor onta yang besar

7. Rahmat dan ketentraman akan turun ketika berkumpul membaca Alquran

8. Karena kemuliaan Alquran, tidak pantas bagi yang telah menghapalnya mengatakan “Saya lupa ayat ini dan itu”, tetapi hendaknya mengatakan “Ayat ini telah terlupakan.”

9. Membaca satu huruf Alquran akan memperoleh sepuluh kebaikan

10. Alquran merupakan tali Allah

11. Pembaca Alquran akan ditinggikan derajatnya

12. Dengan Alquran, Allah meninggikan suatu kaum dan dengannya pula Allah merendahkan suatu kaum

13. Orang yang membaca Alquran secara terang-terangan seperti bersedekah secara terang-terangan

14. Para penghapal Alquran dimuliakan oleh Islam

15. Tanda cinta kepada Allah adalah mencintai Alquran

Artikel dari
www.KonsultasiSyariah.com